Contoh Kasus Legal Aspek ( Desain Industri )
Tugas Legal Aspek
( Desain
Industri )
Kelompok 5
Nama
Anggota :
-
Agung Rachmono
-
Tri Aldiasyah
-
Mamen
-
Kay
Alpenliebe VS LollyBall
Permen Alpenliebe Lollipop yang beredar di pasaran Indonesia
ternyata sempat menimbulkan sengketa desain industri dengan salah satu produk
permen dalam negeri milik pengusaha Indonesia. Agus Susanto adalah salah satu
pengusaha permen asal Indonesia yang memproduksi permen Lollyball bermerek
Yoko. Agus mengajukan gugatan pembatalan desain industri Perfetti Van Melle
S.P.A untuk jenis produk permen Alpenliebe Lollipop. Gugatan Agus dilayangkan
ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada bulan Juli 2009. Persidangan perkara No.
42/Desain Industri/2009/PN.NIAGA.JKT.PST sudah memasuki babak akhir. Masalahnya
bersumber dari kesamaan desain permen Lollyball dengan desain permen Lollipop.
Desain industri milik Perfetti Van Melle terdaftar dalam sertifikat No. ID
004058 tanggal 8 Januari 2003 dengan judul Lollipops.
Menurut kuasa hukum Agus dari Pieter Talaway & Associates,
kesamaan itu terletak pada bentuk dan konfigurasi. Namun dalam gugatan tidak
dijelaskan secara rinci dimana letak kesamaannya. Kesamaan itu dapat mengecoh
masyarakat tentang asal usul atau sumber produk Agus dan Perfetti Van Melle
sehingga bertentangan dengan Pasal 4 UU No. 31 Tahun 2001 tentang Desain
Industri. Desain industri permen Alpenliebe dinilai tidak memiliki kebaruan.
Karena itu, dalam petitum gugatan, Agus meminta majelis hakim agar membatalkan
desain industri milik Perfetti Van Melle. Sebab sebelum Perfetti Van Melle
mendaftarkan desain industri permen Alpenliebe, konfigurasi desain sudah
beredar luas (public Van domain). Perfetti Melle dinilai tidak beritikad baik
dalam mendaftarkan desain industri. Agus sendiri telah memproduksi permen Yoko
sejak tahun 1999. Ia juga telah mengantongi sertifikat merek No. 460924 pada 5
Januari 2001. Kemudian diperpanjang dengan sertifikat No. IDM 000194839.
Kuasa hukum Perfetti Van Melle dari Soemadipraja & Taher,
menyatakan gugatan Agus tidak berdasar. Karena Agus sendiri tidak pernah
mendaftarkan desain industri Lollyball sehingga tidak memiliki hak eksklusif
atas desain permen Lollyball. Apalagi, melarang pihak lain untuk mengunakan
desain yang menyerupai desain permen Lollyball. Faktanya, etiket desain
industri permen Lollipops dan Lollyball pun berbeda. Etiket merek permen
Lollyball memiliki berbagai macam unsur gambar. Selain itu, pada desain produk
permennya terdapat garis di permukaan. Sementara, pada permukaan permen
Lollipops bergaris dengan alternatif warna yang berbeda. Garis itupun
bervariasi, ada yang horisontal, diagonal kiri ke kanan atau sebaliknya dan
atau tidak beraturan/bervariasi.
Dalam rezim hukum desain industri tidak dikenal konsep
kemiripan atau persamaan pada pokoknya dalam konsep perlindungan desain
industri di Indonesia. Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM
mengeluarkan sertifikat desain industri untuk produk Perfetti Van Melle
menunjukan pendaftaran desain industri tidak bermasalah. Tidak melanggar
peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, agama dan kesusilaan.
Pendaftaran sertifikat desain industri Perfetti Van Melle telah melalui tahap
pemeriksaan baik administratif, substantif dan telah diumumkan. Ketika, masa
pengumuman tidak ada pengajuan keberatan terhadap pemohon pendaftaran desain
industri yang diumumkan. Kuasa hukum Perfetti Van Melle menilai tidak mungkin
perusahaan asal Italia itu membahayakan reputasinya dengan meniru desain permen
dari produsen lain.
Kaca Helm Bogo Toni VS Gunawan
Bagi pecinta otomotif, pasti sudah familiar dengan helm Bogo.
Kaca helm jenis ini memiliki karakteristik unik sehingga banyak yang
menggemarinya. Tapi ternyata desain kaca helm ini mengundang sengketa hingga ke
pengadilan.
Sesuai catatan Kemenkum HAM, desain helm bogo dipegang oleh
Toni dengan nomor registrasi ID 0012832 D. Toni memegang hak desain tersebut
untuk periode 3 Agustus 2007 hingga 3 Agustus 2017. Belakangan, Toni kaget
karena helm bogo beredar di Bogor yang diproduksi oleh Gunawan. Akibatnya, Toni
mengalami kerugian mencapai Rp 700 juta sehingga Toni mengambil langkah hukum
dengan mempolisikan Gunawan. Mau tidak mau, Gunawan duduk di kursi pesakitan
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar pasal 54 ayat 1 Jo Pasal 9 UU Nomor 31 Tahun 2001 tentang Desain
Industri. Menghukum terdakwa dengan hukuman 1 tahun penjara," putus
majelis PN Bogor sebagaimana dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), Selasa
(19/4/2016).
Vonis diketok oleh ketua majelis Leandriyati Janis dengan
anggota Hendra Halomoan dan Nistra Priska Faridayanti. Gunawan dinyatakan
secara sah dan meyakinkan telah memproduksi dan memperbanyak serta menggunakan
secara tanpa hak atas desain industri kaca helm terdaftar No ID 0012832 D milik
Toni. Atas putusan ini, PN Bogor memberikan waktu kepada Toni maupun kuasa
hukumnya selama 7 hari apakah menerima atau banding terhadap putusan itu.
Atas putusan itu, Toni mengatakan bahwa dirinya puas atas
putusan PN Bogor karena hak-hak Pendesain benar-benar dilindung. Toni
bekerjasama dengan perusahan Malaysia, Bo Go Optical Sdn Bhd dalam memproduksi
dan mencetak desain industri kaca helm serta peredarannya di Indonesia.
"Bahwa Bo Go Optical Sdn Bhd Malaysia sendiri mengakui
desain ini adalah benar-benar orisinil hasil desain saya. Sekali pun Bo Go
Optical Sdn Bhd Malaysia juga mempunyai merek dan desain kaca helm
sendiri," kata Toni saat dihubungi secara terpisah.
Sebelumnya, Gunawan telah mengajukan gugatan pembatalan
desain industri terdaftar ke PN Jakpus tetapi kandas karena ditolak oleh
mejelis hakim. PN Jakpus menyatakan helm bogo ala Toni memiliki kebaruan dan
berbeda dengan desain industri Bo Go. (rvk/asp)
PT.Nobel Carpets VS PT.Universal
Carpets and Rugs
Dasar gugatan PT. Nobel Carpets atau penggugat adalah desain
industri atas karpet dengan motif Pilar dan Masjid yang keduanya didaftarkan
atas nama PT. Universal Carpets and Rugs adalah tidak baru pada saat
diterimanya permohonan pendaftarannya, masing- masing pada tanggal 4 Juli 2003
dan 8 Juli 2003, karena sama dengan desain industri karpet dengan motif Pilar
dan motif Masjid yang telah digunakan di Indonesia oleh Penggugat atau PT.
Nobel Carpets sejak tahun 1995.
Tuntutan Penggugat atau PT. Nobel Carpets adalah agar
Tergugat PT. Universal Carpets and Rugs dinyatakan beritikad tidak baik pada
waktu pengajuan permohonan pendaftaran desain industri yang terdaftar dengan
No. ID 0 005 420 dengan karpet motif Pilar dan desain industri dengan No. ID 0
005 425. Dan tuntutan agar desain industri No. ID 0 005 420 dengan judul karpet
dengan motif Pilar dan desain industri No. ID 0 005 425 dengan judul karpet
dengan motif masjid.
Pada Putusan Pengadilan Niaga, Majelis Hakim berpendapat
bahwa motif pilar dan motif masjid yang diproduksi PT. Universal Carpets and
Rugs atau Tergugat tidak sama dengan karpet Pilar dan Masjid yang diproduksi
oleh Penggugat dengan pertimbangan bahwa setelah membandingkan karpet-karpet
produk Penggugat dengan karpet produk Tergugat sepintas memang memiliki
kemiripan, namun apabila diteliti lebih seksama dari segi bentuk, konfigurasi,
komposisi garis dan ornamentasi khas ternyata berbeda, sehingga karpet-karpet
produk Tergugat dapat dikatakan memiliki nilai kebaruan atau novelty.
Dalam putusan tersebut Majelis Hakim menimbang bahwa Pasal 10
Undang-Undang Desain Industri menyatakan bahwa hak atas desain industri
diberikan atas dasar permohonan. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka
perlindungan desain industri hanya diberikan kepada pihak yang telah mengajukan
permohonan pendaftaran desain industri. Sesuai dengan ketentuan Pasal 12
Undang-Undang Desain Industri bahwa pihak yang untuk pertama kali mengajukan
permohonan dianggap sebagai pemegang hak desain industri, kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya.
Berdasarkan ketentuan pasal di atas, Majelis Hakim
berpendapat bahwa secara yuridis PT. Universal Carpets and Rugs atau
Tergugatlah sebagai pihak yang pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran
atas desain industri karpet dengan motif masjid pada Turut Tergugat atau
Direktorat Jenderal HaKI. Sehingga secara mutatis mutandis sesuai dengan
ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Desain Industri.
Nilai kebaruan tidak hanya diklaim atas penampilan
keseluruhannya, tetapi juga berdasarkan pada kombinasi elemen-elemen yang pada
awalnya telah diketahui. Sesuai dengan Undang-Undang Desain Industri di
Indonesia bahwa suatu desain akan mendapatkan perlindungan hukum jika desain
tersebut benar-benar baru, dengan kata lain memiliki unsur novelty atau
kebaruan.
Batik Keris VS desainer tas Wenny Sulistiowaty
Perusahaan batik kenamaan, Batik Keris menggugat desainer tas
Wenny Sulistiowaty ke pengadilan. Di antara mereka terjadi selisih paham soal
siapa pemegang hak cipta atas tas yang beredar di masyarakat.
Wenny sendiri memiliki sertifikat desain industri dengan
Nomor IDD0000035061 per 4 September 2012 untuk kategori tas dari Kemenkum HAM.
Wenny telah memasarkan tas tersebut dan diterima masyarakat.
Di sisi lain, Batik Keris juga memiliki tas serupa dan diduga
dicontek oleh Wenny. Batik Keris juga telah menyelidiki siapa pembocor desain
tas ke polisi Polda Yogyakarta pada 2012. Menurut Batik Keris, tas yang
didesain Wenny tidak memenuhi unsur kebaharuan (not novelty) untuk mendapat hak
desian industri dari Kementerian Hukum dan HAM. Sehingga desain itu haruslah
menjadi milik umum dan bukan monopoli perorangan.
Atas gugatan ini, Wenny menjawab bahwa tudingan tersebut
tidaklah benar. Wenny menilai Batik Keris tidak bisa menjelaskan sejak kapan
tas miliknya mirip dengan Batik Keris. Menurutnya, dalam desain industri
mengenal asas pendaftar pertama sebagai pemegang hak desain industri. Atas
dasar itu, Wenny menilai gugatan Batik Keris mengada-ada.
Atas silang sengketa ini, Pengadilan Negeri (PN) Semarang
memutuskan tidak menerima gugatan tersebut pada 7 Oktober 2014. Atas vonis ini,
Batik Keris lalu mengajukan kasasi. Tapi apa kata MA?
“Memperbaiki putusan PN Semarang. Mengadili sendiri, menolak
gugatan penggugat,” putus majelis sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung
(MA), Jumat (22/1/2016). Duduk sebagian ketua majelis Abdurrahman dengan
anggota hakim agung Soltoni Mohdally dan Nurul Elmiyah.
Pelaku Bisnis Usaha Toko Distribusi Produk Pipa Air VS
Syamsul S.Alam
Sejumlah pelaku bisnis usaha toko distribusi produk pipa air
mengajukan gugatan pembatalan desain pipa milik Syamsul S. Alam.
Penggugat yang terdiri dari Mimin, Adi D. Kurniawan, dan Dani
menunjuk kuasa hukum Lice V. Efdora dari kantor Acemark. Selaku distributor,
para tergugat menjual desain pipa milik tergugat yang biasanya dikenal dengan istilah
pipa kran air fleksibel.
Adapun desain industri itu telah didaftarkan Alam ke Dirjen
HKI dengan nomor registrasi IDD0000039452 pada 20 Maret 2014. "Adanya hak
desain tersebut, membuat bisnis para penggugat menjadi terganggu," kata
Lice dalam berkas gugatan yang diterima KONTAN, beberapa waktu lalu.
Dia juga menambahkan tergugat telah mempergunakan hak atas
desain industri tersebut untuk melarang dan mengintimidasi para penggugat.
Bahkan, Syamsul pernah mengajukan laporan pidana terhadap para pelaku usaha
pipa.
Padahal, Lice menilai desain industri milik Syamsul dengan
judul pipa saluran tersebut tidak memiliki nilai kebaruan (lack of novelty) dan
sudah menjadi milik umum (public domain).
Dengan begitu, hsl tersebut telah melanggar pasal 2
Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri yang menyebutkan, hak
desain industri diberikan hanya untuk desain industri yang baru. Selain itu,
desain industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain tidak
sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.
Tak hanya itu, dalam pasal 4 undang-undang yang sama
menyebutkan, hak desain industri tidak dapat diberikan apabila desain tersebut
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum,
agama, atau kesusilaan.
Ketidakbaruan atas desain industri milik tergugat itu dapat
dibuktikan dengan pertama, Fan Guang Seng telah mendaftarkan desain paten di
China sejak 31 Maret 2007.
Kedua, sejumlah perusahaan dalam negeri dan asing telah
terlebih dahulu memproduksi, mengimpor, dan menjual produk pipa dengan berbagai
merek. Perusahaan tersebut yakni PT Sugih Makmur Eka Industri Indonesia, PT
Onda Mega Industri, Samhao, dan Ningbo Haojin Conduit Co. Ltd.
Ketiga, ketidakbaruan desain industri tergugat juga dapat
dibuktikan melalui sejumlah publikasi produk yang sama dalam situs www.alibaba.com
dan www.screwfix.com.
Dengan demikian, para penggugat yang merupakan pelaku bisnis
usaha pipa ini mengaku paham dan mengetahui produk sanitary dan kran air yang
masih baru maupun sudah lama beredar di pasaran luas.
Apalagi, desain milik Syamsul telah diperjualbelikan sejak
2008, sebelum terdaftar pada Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri pada
2014.
Selain itu, lanjutnya, tergugat dinilai telah mempunyai
iktikad tidak baik dalam pendaftaran desain industrinya. Tergugat juga ingin
memiliki hak monopoli terhadap penjualan produk tersebut. "Lantaran tidak
terpenuhinya unsur-unsur kebaruan sesuai perundang-undangan, maka pendaftaran
desain industri pipa saluran milik tergugat sudah sepatutnya dibatalkan,"
ujarnya.
Perkara dengan nomor 36/Pdt.Sus/Desain
Industri/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst pdidaftarkan pada 8 Juni 2015. Adapun dalam
persidangan pihak tergugat belum pernah hadir, padahal sidang sudah dilakukan
dua kali pada 7 Juli dan 14 Juli 2015. Dengan begitu, ajelis hakim yang
diketuai oleh Suko Triyo memutuskan untuk menunda persidangan hingga 28 Juli
2015 mendatang.
Komentar
Posting Komentar